Friday, January 9, 2009

True Story_Doa Sembuhkan Sakit Jantung


True Story. "Berkat Doa Bapak Sembuh dari Sakit Jantung."


Semua orang mungkin ingin terbebas dari masalah keuangan. Dalam arti ingin memiliki uang sebanyak-banyaknya, sehingga setiap kebutuhan hidup yg terkait uang bisa dipenuhi. Termasuk kebutuhan untuk berobat atau membantu orang tua berobat. Tapi, masalahnya sebagian besar orang belum tentu bisa berkelimpahan uang seperti Robert T. Kiyosaki, Tung Desem Waringin, Bill Gates. Sebagian besar adalah kebalikan dari mereka itu. Termasuk saya.


Bagaimana jadinya kalau tiba-tiba orang tua yang kita cintai sakit keras dan butuh banyak uang sementara kita hanya punya sedikit. Apa yg harus kita lakukan? Kejadian inilah yang pernah saya alami. Meskipun saya dan famili saya yang lain tidak memiliki banyak uang, tetapi akhirnya Bapak saya sembuh juga. Mudah-mudahan kisah ini bisa sedikit membantu Anda, jika Anda kebetulan mengalami situasi serupa, meskipun barangkali kejadiannya berbeda.


&&&


”Mas, ini resep terakhir yg bisa saya berikan untuk sakit jantung Bapak. Jika dengan obat ini Bapak masih merasakan sakit, maka harus segera dibawa ke rumah sakit untuk operasi. Untuk itu, saya akan buatkan surat rujukannya sekalian”, kata dokter sambil memberikan surat rujukan kepada saya.


Meskipun dokter mengucapkan kata-kata itu dengan sangat lembut dan sabar, tetapi kata-kata dokter spesialis penyakit dalam ini membuat hatiku hancur bagaikan gelas kriltal jatuh ke lantai keramik. Dengan pikiran kacau aku meninggalkan tempat praktek dokter malam itu.


Aku bingung harus bagaimana menyampaikan berita ini kepada ibu dan saudara-saudaraku. Apalagi kepada Bapak yg harus menanggung sakit karena ketidak-mampuan kami membawanya berobat ke rumah sakit lagi. Apalagi untuk membayar biaya operasi jantung. Itu tidak mungkin.


Tanpa aku sadari air mata membanjiri pipiku dalam perjalanan pulang malam itu. Aku sangat sedih. Bahkan aku memaki diriku sendiri, kenapa aku tidak mampu membawa Bapak untuk melakukan operasi. Aku bingung dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Meski begitu Aku mencoba untuk bisa tenang, karena aku sedang naik sepeda motor menuju rumah Bapak. Tapi perasaan bersalah ini tidak bisa hilang. ”Apakah semua ini terjadi karena dosa-dosaku dan Bapak yang harus menanggungnya?” pikirku.


Di tengah kegalauan itu aku pun memutuskan untuk tidak pulang dulu. ”Aku harus mengakui segala dosaku kepada Tuhan dan memohon ampun. Aku harus melakukan pengakuan dosa. Aku tahu ini sangat berat karena sudah bertahun-tahun aku tidak melakukan hal ini lagi.


Tapi ini harus aku lakukan. Mungkin dengan begitu aku baru layak berdoa memohon kesembuhan untuk Bapakku.” pikirku. Maka akupun memberanikan diri untuk langsung menuju ke gereja. Aku harus bertemu Romo. Harus.


Sepuluh menit perjalanan aku sudah sampai di gereja. Aku ketuk pintu Pasturan. Dan seorang pemuda membukakan pintu.


”Ada apa, Mas. Bisa saya bantu?” sapa pemuda itu dengan ramah.


”Mau sowan Romo Gondo Mas. Apa beliau ada?” jawabku. ”


”Maaf Mas. Romo sedang ke Kudus. Pulangnya sekitar jam sembilan malam nanti. Mau menunggu atau mau titip pesan nanti saya sampaikan?” ujarnya.


”Terima kasih, Mas. Aku pulang dulu saja. Lain kali saja saya ke sini lagi”, jawabku.


Aku sedikit kecewa karena tidak bisa bertemu romo. Namun demikian, aku merasa beban yang ada dalam hati dan pikiranku sedikit berkurang. Aku pun lalu pulang. Tapi aku tidak langsung menuju rumah Bapak untuk memberikan obat separoh resep yg kubawa. Apalagi langsung memberitahukan tentang resep terakhir dan surat rujukan dari dokter. Aku tidak mau Bapak mendengar hal ini saat ini. Maka apu pun menuju rumah kakak di sebelah rumah Bapak. Kebetulan kakak ada di rumah.


”Kak, tolong kita kumpul dulu. Mbak Nanik (kakak ipar saya), Ning (adik kandung) dan Priyadi (adik ipar) juga tolong disuruh ke sini dulu. Ini ada berita penting dari dokter.” kataku dengan mencoba untuk tetap tenang. Dan ketika sesaat kemudian semua sudah kumpul akupun sampaikan ke mereka kabar dari dokter.


”Ini saya membawa obat separoh resep dari dokter. Dan juga surat rujukan bila obat ini sudah tidak punya efek lagi buat Bapak.” Aku terus mencoba untuk tetap tenang. Tetapi tetap saja air mata ini tidak bisa membohongi perasaanku.


”Memangnya kenapa, Dik? Kenapa harus ada surat rujukan segala?” tanya kakak iparku tidak sabar.


”Mbak. Dokter sudah pasrah. Satu-satunya jalan untuk menyembuhkan Bapak adalah dengan operasi. Dan dokter bilang biayanya sekitar seratus juta rupiah. Bila sewaktu-waktu Bapak sudah tidak tahan lagi, Bapak harus dibawa ke rumah sakit untuk operasi. Surat itu sebagai rujukannya”. Aku menjelaskan dengan terbata-bata. Semua terdiam. Semua menyadari kalau kami tidak mungkin bisa lagi membawa Bapak ke rumah sakit. Apalagi harus operasi dengan biaya begitu besarnya.


”Jadi, kita harus siap menerima apapun yg akan terjadi. Termasuk bila Bapak harus meninggalkan kita”, aku berkata memecah kesunyian. Kata-kata yg semestinya tidak perlu aku ucapkan, karena mereka pasti juga sudah tahu hal itu.


”Satu-satunya jalan hanyalah berdoa memohon kesembuhan”, kakak laki-lakiku mencoba menenangkan.


”Sementara itu kita akan cari pengobatan alternatif yang biayanya lebih murah”, adik iparku menimpali.


”Ya sudah. Ayo kita kasihkan obatnya ke Bapak. Tapi sebaiknya kita jangan beritahukan dulu tentang surat rujukannya. Aku bawa dulu saja,” kataku. Maka kami pun mendatangi Bapak yg tengah terbaring tak berdaya. Bahkan untuk bangkit dari tidurnya pun tidak mampu.


”Mana, Tris, obatnya?”, tanya Bapakku sambil menahan rasa sakit.


”Ini, Pak” jawabku.


BERSAMBUNG ke link berikut: http://www.stanleysutrisno.co.cc/2009/09/sakit-jantung-koroner-sembuh-tanpa.html.

0 comments:

Use coupon code for $5 off your first coffee purchase- BLOGME5

 
ss_blog_claim=08cdb24aa290fa2cd66e5627f4a97900